SIKKA - Kasus yang terjadi di tubuh Koperasi Kredit (Kopdit) Mitan Gitan saat ini menuai perbincangan hangat warga Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Bahkan, kabar kasus tersebut terdengar hingga ke telinga Lawyer sekaligus Ketua Biro Bantuan Hukum FH Ubaya Marianus Gaharpung, SH.MS. Sampai-sampai ia pun menulis beberapa poin analisis atas upaya hukum yang dilakukan oleh kopdit tersebut.
Yang dimana menurutnya, sangat menarik melakukan analisis hukum ketika terjadi "polemik" antara salah satu anggota koperasi Mitan Gitan, Silverius Timu dengan Ketua Kopdit Mitan Gitan, Petrus Herlemus yang menyebutkan "badan hukum ini sedang kolaps."
"Ada benarnya bahwa informasi yang demikian ini secara psikologis cukup terasa oleh ribuan anggota koperasi tersebut sehingga kuasa hukum koperasi Mitan Gitan, Victor Nekur SH akan memberikan somasi kepada Silverius untuk mempertanggungjawabkan statement bahwa koperasi ini sedang kolaps, " tulis Dosen FH di Ubaya ini.
Baca juga:
KPK Apresiasi Peningkatan Skor IPAK 2022
|
Tulis Marianus lagi, "kami membatasi diri tidak sedang membela siapa - siapa tetapi konsent dari aspek hukum dikaitkan fakta yang diutarakan oleh Silverius Timu. Adapun pertanyaan hukum sebagai berikut,
1. Apakah salah anggota koperasi mengemukakan pendapat terhadap kondisi koperasi?
2. Bagaimana ciri hukum suatu koperasi yang sehat?
3. Apa kewajiban hukum bagi usaha yang mengelola dana publik(anggota) termasuk koperasi?
1. Filosofi koperasi adalah suatu usaha yang modalnya berasal dari anggota, oleh kembali untuk kesejahteraan anggota. Itu artinya, koperasi dilarang keras dimiliki oleh oknum pribadi (pengurus) tetapi sejatinya adalah milik anggota dan untuk kesejahteraan anggotanya. Sehingga sangat rasional ketika anggota bertanya sekaligus merasa was - was dengan kondisi koperasi. Apakah dalam perjalanan waktu usaha koperasi ini berjalan sesuai filosofi dasarnya untuk kesejahteraan anggota atau oknum oknum pengurusnya? Jika ada anggota merasa curiga adalah sesuatu yang wajar lumrah sehingga belum dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Karena modal usaha dari koperasi adalah modal anggota. Kami sangat percaya ada sebuah ungkapan Inggris mengatakan “enough for evil to thrive when the good people do nothing”. (“cukuplah kejahatan itu akan merajalela ketika orang-orang baik tidak melakukan apa-apa”).
Dampaknya hal - hal yang keliru terus didiamkan, maka dianggap suatu kebiasaan menjadi sebuah kebenaran. Karena secara normatif diatur dalam Undang Undang 25 tahun 1992 diperbaharui Undang Undang No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian mengatakan anggota berhak mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus baik diminta maupun tidak. Artinya ketika anggota melihat adanya ketidakberesan dalam tata kelola keuangan koperasi, dia secara langsung memberikan saran dan pendapat kepada pengurus, pengawas dan lain lain adalah bukan sesuatu pelanggaran hukum karena koperasi itu bukan milik pengurus.
2. Suatu koperasi yang sehat memiliki beberapa ciri yaitu banyak anggota, laporan kegiatan usaha dan uang simpanan serta besarnya pinjaman anggota selalu lancar. Semua pengurus koperasi bekerja secara profesional, fairness serta terbuka, dan tidak kalah pentingnya audit internal yang profesional, tidak ada kepentingan pribadi, memiliki standar sebagai alat ukur melakukan supervisi kegiatan, membandingkan hasil hasil dengan standarnya( mengevaluasi) melakukan kegiatan perbaikan bila perlu semua ini dilakukan secara rutin.
Jika semua ini dijalankan secara benar, maka koperasi akan sehat dalam kondisi apapun. Pertanyaannya, apakah koperasi Mitan Gitan sudah melakukan semua ini? Jika sudah seharusnya setiap saat adanya penarikan uang anggota dalam jumlah berapapun wajib hukumnya dilayani. Jika tidak wajar dong ada anggota menduga koperasi ini dalam keadaan kurang sehat alias sedang kolaps. Jujur saja, kami sekarang menjadi pengawas di salah satu koperasi karyawan(kopkar) di Surabaya sehingga sangat paham tentang bagaimana trik - trik dari usaha yang mengatasnamakan kesejahteraan anggota ini.
3. Ada suatu kewajiban hukum apabila suatu usaha yang menghimpun dana publik (masyarakat), termasuk koperasi, maka jasa usaha wajib mendapatkan izin usaha dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika diawasi, maka ada kewajiban hukum dalam jangka waktu tertentu secara periodik memberikan laporan kepada OJK. Pertanyaannya, koperasi Mitan Gitan dan koperasi lainnya di Maumere dan NTT sudah secara rutin melakukan pelaporan kondisi keuangan dan kegiatannya kepada OJK seperti halnya perbankan, asuransi serta pasar modal? Tujuannya agar uang anggota tidak disalahgunakan oleh pengurus.
Dalam pengamatan kami, ada suatu kelemahan dalam pengelolaan dana publik, dimana pengurusnya, terkadang lebih suka memakai auditor internal daripada auditor independent agar mudah disetir. Dan, jika audit independentpun terkadang bisa disetir oleh pengurus sudah menjadi rahasia publik. Terlepas dari fenomena demikian itu, ada kewajiban hukum koperasi diaudit oleh akuntan Publik yang independent secara berkala demi pengelolaan keuangan yang professional karena modalnya sudah ratusan miliaran bahkan triliunan.
Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan termasuk para anggota.
Pertanyaannya, apakah semua ini sudah dilakukan oleh koperasi Mitan Gitan dan koperasi lainnya di Maumere? Karena jujur saja sekarang ada suatu pameo baru bahwa koperasi adalah suatu aktivitas usaha yang mengarah kepada kapitalisasi baru di atas penderitaan atau kelemahan masyarakat. Semoga koperasi Mitan Gitan tidak masuk dalam pameo ini.